PEKANBARU, MATATORO.COM- Ketua Ormas Petir, Jackson Sihombing, (35) yang dijadikan tersangka dugaan pemerasan oleh Polisi Ditreskrimum Polda Riau, blak-blakan mengaku merasa dijebak dan bahkan meminta tolong kepada Presiden Prabowo Subianto karena kasus Pajak Surya Dumai Group sebesar Rp 1,4 Triliun sudah naik Penyidikan di Jampidsus yang dilaporkannya ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Teriakan dan seruan tersebut disampaikan Jackson Sihombing usai Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau melakukan Konferensi Pers Kasus Pemerasan, Kamis (16/10/2025) di Mapolda Riau.
“Kasusnya (Surya Dumai) sudah penyidikan di Jampidsus (Kejaksaan Agung), Pajak Surya Dumai Harus Dibongkar 1,4 Triliun, Saya Dijebak Pak Prabowo, Tolong Saya, “Teriak dan seruan Jeckson Sihombing ketika digiring petugas usai Konferensi Pers di Mapolda Riau.
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau berhasil mengungkap kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh seorang Ketua Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dengan inisial JS (35).
Diduga pelaku menyebarkan pemberitaan miring yang tidak terverifikasi melalui puluhan media online terkait dugaan korupsi dan pencemaran lingkungan oleh sebuah perusahaan, lalu meminta tebusan agar pemberitaan tersebut dihentikan.
“Pelaku utama dalam kasus ini adalah JS (35), yang diketahui merupakan Ketua dari Ormas “PETIR”, terang Wakil Direktur Reskrimum Polda Riau AKBP Sunhot Silalahi dalam keterangan pers nya, Kamis (16/10/2025).
Korban adalah pihak dari grup perusahaan PT Ciliandra, yang merasa dirugikan akibat pemberitaan tersebut.Penanganan kasus ini dipimpin oleh tim “RAGA Resmob” Ditreskrimum Polda Riau, didukung oleh Kanwil Kemenkumham Riau, perwakilan Kemendagri.
“Aksi pemerasan ini terungkap saat penyerahan uang tebusan sebesar Rp150 juta di Hotel Furaya, Jalan Sudirman, Pekanbaru”, tambah Wadir Reskrimum.
Awalnya, ungkap Sunhot, dalam kasus ini JS disebut meminta uang sebesar Rp5 miliar dari pihak perusahaan agar berita negatif tidak dipublikasikan dan aksi demonstrasi di Jakarta dibatalkan.
Setelah negosiasi, jumlahnya turun menjadi Rp1 milliar, hingga disepakati diberikan uang muka Rp150 juta. Atas permintaan itu, R dari pihak PT Ciliandra langsung menghubungi pihak Ditreskrimum Polda Riau dan langsung melakukan penyergapan di Hotel Furaya, Pekanbaru, saat penyerahan uang.
“Uang tunai Rp150 juta yang dibawa korban kami jadikan barang bukti. Pelaku langsung kami amankan di lokasi,” terang Sunhot.
Sehari setelah penangkapan, tim melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi yang diduga digunakan pelaku sebagai tempat operasional, termasuk rumah dan kantor ormas PETIR. Dari lokasi tersebut, polisi menemukan laptop, buku tabungan, dokumen surat tanah, dan puluhan surat klarifikasi yang dikirim ke-14 perusahaan berbeda.
“Surat-surat itu intinya berisi permintaan klarifikasi atas isu korupsi dan lingkungan. Tapi di balik itu ada indikasi kuat tindakan pemerasan,” tambah Sunhot.
AKBP Sunhot menegaskan bahwa kasus ini murni terkait dugaan pemerasan, dan tidak ada kaitannya dengan isu lain seperti kecelakaan anak di lokasi perusahaan yang sempat beredar di media sosial.
“Berita tentang anak yang meninggal karena petir atau isu demo di lokasi perusahaan itu tidak benar, kami pastikan hoaks,” tegasnya.
Penyidik Polda Riau saat ini masih mendalami kemungkinan adanya korban lain dari aksi serupa yang dilakukan JS maupun pihak lain dalam lingkaran ormas tersebut.
Untuk sementara, tersangka JS dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang tindak pidana pemerasan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal sembilan (9) tahun.
“Kami terus dalami aliran dana, pola komunikasi, serta keterlibatan pihak-pihak lain. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan,” tandas AKBP Sunhot Wadireskrimum Polda Riau.***