Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat Iwan Ginting

JAKARTA, MATATORO.COM- Polemik penegakan hukum kembali mencuat setelah sanksi ringan berupa mutasi dijatuhkan kepada mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat, Iwan Ginting, yang diduga menerima uang Rp500 juta dari hasil penilapan barang bukti. Politikus PDIP, Mohamad Guntur Romli, menilai keputusan itu mencerminkan ketimpangan perlakuan hukum di institusi penegak hukum sendiri.

“Buset dah. Ini jaksa disebut-sebut terima duit cuma dimutasi, Tom Lembong dan Nadiem Makarim yang nggak terima duit malah langsung ditahan,” tulis Guntur Romli dalam akun Facebook pribadinya, dikutip Senin (06/10/2025).

Menurut Guntur, kasus ini memperlihatkan bahwa sanksi hukum seolah “tumpul ke dalam, tajam ke luar”. Ia menilai Kejaksaan terkesan melindungi pejabatnya sendiri meskipun kasus dugaan gratifikasi yang menyeret nama Iwan Ginting cukup serius.

“Kalau begini, bagaimana publik bisa percaya bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu?” sindirnya.

Kasus ini bermula dari dugaan penyelewengan uang hasil penjualan barang bukti di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat oleh mantan anak buah Iwan, yakni Jaksa Azam Akhmad Akhsya. Dalam penyidikan internal, nama Iwan Ginting ikut disebut sebagai penerima uang hingga Rp500 juta.

Meski demikian, hasil pemeriksaan dari Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) hanya menjatuhkan sanksi administratif. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, membenarkan bahwa Iwan telah dicopot dari jabatannya dan dibebastugaskan dari status jaksanya selama satu tahun.

“Benar, sudah dicopot dari jabatan dan dari status jaksanya. Setelah itu akan ditempatkan di bagian tata usaha,” ujar Anang saat ditemui di Gedung Kejaksaan Agung, Kamis (02/10/2025).

Anang menegaskan bahwa sanksi tersebut merupakan hasil keputusan internal setelah melalui pemeriksaan etik dan disiplin. Namun, publik mempertanyakan mengapa dugaan penerimaan uang ratusan juta tidak berlanjut ke proses pidana.

Guntur Romli menyebut, jika penegakan hukum masih memiliki standar ganda, maka kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum akan terus menurun. “Sanksi administratif bukan jawaban bagi pelanggaran serius yang menyangkut uang rakyat,” ujarnya.

Sementara itu, hingga kini Kejaksaan Agung belum memberikan penjelasan lebih lanjut apakah kasus tersebut akan dilanjutkan ke tahap penyidikan pidana. Di sisi lain, sejumlah pengamat hukum mendesak agar Kejaksaan membuka hasil investigasi secara transparan untuk menjaga integritas lembaga dan memastikan tidak ada impunitas bagi aparat penegak hukum***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *