Setelah Bupati Meranti OTT, KPK Didesak Bidik WTP Kabupaten Bengkalis
BENGKALIS, MATATORO.COM – Sesuai catatan yang terlihat di website resmi riau.bpk.go.id, sejak tahun 2014 s/d tahun 2021 Kabupaten Bengkalis tidak pernah absen mendapat penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan riau, atau dengan kata lain pengelolaan APBD Bengkalis oleh Pejabat Pejabat Daerah Bengkalis tidak terdapat adanya cacat cela.
Namun penilaian audit BPK itu, jika disandingkan dengan fakta yang terjadi sejak tahun 2014 sampai dengan 2021, masuk tiga periode tampuk kepemimpinan Kabupaten Bengkalis defenitif berganti, penilaian BPK itu dapat diartikan masyarakat seperti nya “JAUH PANGGANG DARI API”.
Hal itu sangat mudah untuk dinilai oleh masyarakat awam, apalagi masyarakat yang punya Sumber Daya Manusia berkualitas, karena sejak tahun 2014 s/d 2021 masuk tiga pemimpin berganti, dua diantaranya yaitu H.HERLIYAN SALEH menjabat bupati bengkalis periode 2010-2015 berakhir jabatannya masuk bui, karena gara-gara tersandung kasus korupsi menyangkut dana APBD bengkalis.
Kemudian diikuti oleh AMRIL MUKMININ yang menjabat Bupati bengkalis sejak dilantik,
Melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.14-646 tentang Pengangkatan Bupati Bengkalis dan SK Mendagri Nomor 132.14.663 tentang Pengangkatan Wakil Bupati Bengkalis tanggal 17 Februari 2016, belum lagi selesai melaksanakan tanggung jawab nya sampai dengan tanggal 17 Febuari 2021, harus terhenti dipertengahan jalan, akibat terjebak persoalan hukum gara-gara kasus korupsi yang berkaitan dengan dana APBD Bengkalis.
Sebelum periode lima tahun Amril Mukminin berakhir, jabatannya dilanjutkan oleh Pelaksana Harian Bupati, yaitu Sekda (H.Bustami).
Tak selang berapa lama setalah Bustami menjabat PLH, atas rekomendasi Mendagri melalui Gubernur Riau menetapkan Muhammad yang sebelum nya menjabat wakil bupati menjadi Pelaksana Tugas Bupati Bengkalis, namun tak berselang lama kemudian muhammad juga terjerat kasus korupsi hingga ditahan gara-gara dosa lama proyek APBD Provinsi Riau.
Tak cukup sampai disitu saja, saat tampuk pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis masih dijabat oleh Amril sampai saat ini menjadi catatan hitam belum adanya kepastian hukum dari aparat penegak hukum dari hasil produk WTP yang dilahirkan oleh BPK RI Perwakilan Riau tahun 2019 kasus Duri Islamic Center senilai Rp 38,4 Miliyar yang sudah masuk tahap penyidikan sesuai apa yang diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis saat dijabat oleh Nanik Kushartanti, kepada sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Jumat 19 febuari 2021.
“Untuk DIC (Duri Islamic Center) perkaranya sudah penyidikan,” kata Nanik.
Ditegaskan Nanik lagi dengan naiknya status perkara ke penyidikan, pihak penyidik pidana khusus (Pidsus) akan memeriksa kembali orang-orang yang sebelumnya sudah dimintai keterangan. Dalam pemeriksaan lanjutan ini, status mereka adalah saksi untuk menelusuri siapa tersangka dalam perkara proyek yang menelan anggaran APBD Kabupaten Bengkalis tahun 2019 Rp 38,4 M itu.
Namun sayangnya kasus tersebut oleh pihak kejaksa Negeri Bengkalis sampai saat redam tanpa suara bak ditelan bumi.
Begitu juga indikasi raibnya Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2017 senila Rp 65.386.230.012 yang pada tahun 2022 sejumlah kepala Desa telah diminta klarifikasi oleh pihak kejaksaan Tinggi Riau.
Namun lagi-lagi indikasi penyimpangan yang telah mendapat label WTP dari BPK Perwakilan Riau tersebut, sampai berita ini dipublikasi sepi tanpa suara tindak lanjutnya dari pihak Kajati Riau, padahal sejumlah kepala Desa yang diminta keterangan oleh pihak Kajati, kepada media ini mengakui bahwa mereka belum sama sekali mendapat penyaluran kekurangan dana ADD tahun 2017 dari Pemda Bengkalis sampai dengan tahun 2022.
Informasi yang beredar ditengah-tengah masyarakat bengkalis, mandek nya penangan kasus dugaan penyimpangan dana tunda bayar tahun 2017 senilai Rp 65 miliar oleh pihak Kajati Riau diduga karena adanya intervensi dari oknum petinggi partai berkuasa kepada pihak yang menangani perkara, isu yang karena adanya bergening antara pihak yang terkait masalah dengan pihak oknum petinggi partai,bahwa pihak yang terlibat masalah kasus AAD bersedia memenangkan partai oknum petinggi partai berkuasa, asal kasus nya tidak berlanjut. Padahal dalam permasalah tunda bayar ADD tahun 2017, pihak BPK RI Perwakilan Riau jelas mengetahu bahwa tahun 2017 yang disebut kurang bayar untuk dana ADD 136 desa hajat ratusan ribu masyarakat mulai siltap kepala Desa, BPD, honor Kaur Desa, Biaya Opraional RW, RT, bantuan oprasional PAUD,TPA MDA dan Rumah Ibadah se Kabupaten Bengkalis anggaran nya telah cair, tapi kenapa BPK teganya melebel WTP terhadap pengelolaan dana APBD Bengkalis tahun 2017. Tentu penilain tersebut sangat janggal serta menjadi tanda tanya besar masyarakat, ada apa dengan BPK?.
selanjutnya dalam hal menyelesaikan masa priode jabatan amril mukminin yang masih tersisa, oleh Gubernu Riau menetapkan Syahrial Abdi untuk melaksanakan tugas selaku Pejabat Bupati Bengkalis hingga berakhir priode lima tahun.
Hasil pilkada tahun 2020, tampuk kekuasan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis dimenangkan oleh KASMARNI, yang tak lain tak bukan adalah istri dari Amril Mukminin (mantan Bupati).
Sejak dilantik tahun 2021, BPK RI Perwakilan Riau lagi-lagi memberikan penilaian WTP terhadap pemerintah daerah Bengkalis dibawah pimpinan Kasmarni dalam pengelolaan APBD Bengkalis tahun 2021 dan sangat besar kemungkinan hasil audit APBD tahun 2022 yang belum di umumkan, juga dipredeksi masyarakat BPK RI Perwakilan Riau akan memberikan penilaian WTP.
Muncul pertanyaan besar mayarakat, untuk sebagai tolak ukur BPK RI dalam memeberikan penilaian WTP itu apa ?, Lantas apa gunanya hasil penilaian WTP, BPK jika APBD yang telah diaudit ternyata banyak yang janggal dan tidak benar hingga akhirnya menyeret kepala daerah ke jeruji besi di kemudian hari.
Untuk menguji kebenaran penilaian WTP yang di berikan BPK RI terhadap pengelolaan APBD Bengkalis tahun 2021 maupun tahun 2022 yang mungkin saja akan terjadi, benar atau tidaknya hasil audit BPK tersebut, mampu atua tidaknya menjadi perisai buat Bupati Bengkalis (Kasmarni) untuk tidak mengikut jejak kedua pemeimpin bengkalis sebelum nya menuju Bui, oleh karena itu sejumlah masyarakat bengkalis mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia untuk membidik dan melidik hasil audit berlabel WTP dari BPK tersebut, terutama hasil audit tahun 2021 dan 2022, seiring kesempatan KPK sedang melakukan penyidikan ayas tersangka Bupati Kepulauan Meranti (H.M.Adil) dan oknum Auditor BPK Perwakilan Riau.
Desakan mayarakat itu bukanlah tanpa alasan, berhubung OTT tim KPK terhadap H.M.Adil (Bupati Meranti) berkaitan dengan adanya salah satu kasus dugaan sogok senilai Rp 1,1 M kepada oknum Tim auditor BPK Perwakilan Riau (M.Fahmi) agar bagaimana hasil Audit BPK atas APBD Kepulauan meranti dapat diberikan status WTP.
Dengan telah ditetapkan status tersangka kepada M Fahmi Aressa Ketua Tim Pemeriksa BPK tersebut, juga disebut-sebut oleh sejumlah oknum pejabat Bengkalis, yang bersangkutan termasuk dari salah seorang pegawai BPK Perwakilan Riau yang turut serta mengaudit APBD bengkalis tahun 2021-2022, dengan demikian keraguan masyarakat terhadap penialain WTP atas APBD Bengkalis tahun-tahun sebalum nya, terutama hasil Audit BPK tahun 2021 dan 2022 cukup beralasan untuk tidak diabaikan oleh KPK.
Baru-baru ini tim wartawan media ini sempat berbincang-bincang dengan salah seorang mantan Aparatur Sipil Negara pernah menjabat selaku Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis belum lama Pansiun, yang enggan nama nya disebut, mengatakan untuk memperoleh penilain WTP dari BPK Perwakilan Riau, kata istilah “WANI PIRO” (berani berapa) masih saja tetap ada.
“Pada dasarnya yang bersangkutan sangat mendukung jika ada masyarakat bengkalis mendesak KPK untuk memverifikasi atau melidik status WTP hasil audit APBD Bengkalis,” harapnya.
Pertimbangan lain desakan masyarakat kepada KPK untuk melakukan lidik terhadap WTP yang diberikan BPK terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Bengkalis tahun 2021 bahkan mungkin 2022 sejak tampuk Pemerintahan dijabat oleh Kasmarni, karena terdapat beberapa kejanggal yang rasanya tidak wajar, saat ini gencar disorot oleh sejumlah aktifis LSM maupun dipublikasikan sejumlah media.
Seperti contoh yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang tahun 2022 organisasi : 1.03.1.04.0.00.05 nilai alokasi aggaran dana setelah perobahan APBD tahun 2022 mencapai Rp 613.951.263.631.
Dari total tersebut, tidak tanggung-tanggung, diperkirakan senilai Rp 149,8 miliyar disedot hanya untuk kegiatan Swakelola yang yang tidak terlalu penting jika di banding untuk kebutuhan anggaran pembangunan jalan poros Bengkalis-Teluk Lancar serta pembangunan jalan poros bengkalis sekodi yang sudah puluhan tahun dinanti-nantikan ribuan masyarakat tak kunjung selesai.
Padahal jalan poros atau jalan lingkar pulau Bengkalis merupakan akses jalan utama menuju ibu kota kabupaten yang berada pada posisi pulau terluar wilayah kedaulatan Indonesia merupakan wilayah pertahanan Negara dari Negara luar, namun sayang seribu kali sayang tahun 2022 hanya dianggarkan untuk jalan poros Bengkalis-Teluk lancar hanya dibawah Rp 20 miliyar atau hanya 2 Kilo Meter, jika kita bading dengan anggan dana Swakelola yang tidak urgensi, mencapai Rp 149,8 Miliyar, tentu hal ini sangat menyayat hati masyarakat pulau bengkalis dan menjadi kecurigaan bagi masyarakat ada sesuatu yang tidak beres perlu ditelusuri oleh KPK.
Apa lagi sejumlah besar kegiatan swakelola yang menyedot anggaran ratusan miliyar sulit terpantau oleh masyarakat secara detail.
Namun begitu dari beberapa kegitan istilah SW dilapangan sempat juga terdeteksi masyarkat di beberapa titik, diduga pekerjaan nya banyak yang asal-asalan.
Contoh untuk pekerjaan buras aspal standar harusnya dua lapis, namun fakta lapangan terindikasi hanya satu lapis dan dikerjakan secara manual, sementara anggaran dana diduga full dibayar dua lapis.
Kemudian pelaksanaan pekerjaan lapangan rata-rata diterindikasi dilakukan oleh orang titipan Kepala Dinas, sementara keuntungan dari pekerjaan kegiatan menurut sumber pekerja yang tidak bersedia disebut nama, diduga diambil oleh orang kepercayaan kepala Dinas.
Selain itu, item penggunaan alat berat sepatutnya kegiatan SW menggunakan alat miliki dinas PUPR, namun fakta lapangan yang terjadi mengunakan alat berat milik kontraktor lain, sehingga dengan penggunaan alat berat sewa, peluang besar ada nya kong kali kong, untuk waktu penyewaan alat pada tiap titik pekerjaan memudahkan dalam membuat laporan abal-abal.
Tak haya dari celah-celah itu saja oknum Dinas PUPR Bengkalis diduga meraup keuntungan menggerogoti anggaran SW senilai Rp 149,8 miliyar, dari celah kepanitian perencanaan, pengawas dan pelaksana kegiatan Swakelola pun terindikasi ganda atau orang yang sama, pada titik pekerjaan yang berbeda di seluruh Kecamatan se Kabupaten Bengkalis.
Hal itu terlihat dibeberapa titik pekerjaan tidak ditemukan pengawas pekerjaan lapangan maupun panitia pelaksana kegiatan SW, padahal amanat dari Peraturan LKPP No. 12 tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui penyedia sesuai aturan Tim Swakelola adalah tim yang bertugas dan bertanggung jawab atas Pelaksanaan Pekerjaan Swakelola, yang terdiri Tim Perencana, Tim Pelaksana, dan Tim Pengawas serta diangkat oleh KPA/PPK sesuai dengan struktur organisasi swakelola, cukup jelas.
Sementara setiap tim mulai dari perencanaan, tim pelaksana lapangan maupun tim pengawas semuanya dibayar honor maupun biaya operasional.
Pertanyaan masyarakat kemana uang-uang dari kegiatan bermoduskan SW miliiaran rupiah itu mengalir setelah terkumpul ? Apakah angggaran yang terkumpul oleh oknum Dinas PUPR untuk WANI PIRO oknum BPK agar mendapat predikat WTP serta untuk mengaman oknum APH maupun untuk persiapan biaya politik menyonsong Pilkada yang akan datang ?, Pertanyaan itu hanya bisa terjawab jika Komisi Pemberantasan Korupsi berani bersikap untuk melakukan Verifikasi terhadap hasil audit berlabel WTP dari BPK RI terhadap APBD Bengkalis.
Selain OPD Dinas PUPR dan BPMPD yang tak kalah penting saat ini menjadi sorotan kalangan Aktifis Lembaga Swadaya Masyarakat msupun sejumlah media yang perlu menjadi prolioritas bagi KPK, yaitu Organisasi : 1.02.0.00.0.00.03 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bengkalis, karena pengalokasian anggaran dana APBD bengkalis tahun 2022 setelah perobahan tidak tanggung-tanggung mencapai Rp 135.699.785.354.
Dari nilai anggaran tersebut terdapat indikasi kebocoran dari perolehan dan penggunaan dana Badan Layanan Umum Daerah ( BLUD) RSUD dan sejumlah pos lsinya yang diperkirakan mencapai puluhan miliyar. Pada tahun 2022 menjabat selaku Direktur RSUD Bengkalis Ersan Saputra,TH saat ini menjabat selaku Plt Setda Bengkalis.
Menurut pengurus LSM Tim Pencari Fakta dan Keadilan bersama LSM PERADES sebagaimana dipaparkan oleh Guntur pengurus LSM Prades kepada sejumlah media 08 April 2023 lalu menyebutkan, indikasi penyimpangan anggaran dana di RSUD Bengkalis tahun 2022 dari beberapa celah diantaranya :
Anggaran Pendapat Asli Daerah (PAD), belanja operasi, belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung dan bangunan, kemudian pengelolaan dana BLUD, kegiatan bimtek, tenaga keamanan, petugas kebersihan, pengemudi non PNS, petugas tabulasi, data, uang jaga hari raya, uang non paramedis, insentif, tenaga kesehatan, dan penanganan covid 19, yang membengkak, selama setahun. kemudian kegiatan pengujian alat kesehatan, dan izin 11 bulan, pengadaan barang dan obat, pemeliharaan Ipal, mesin, laundry, pemeliharaan sejumlah peralatan RSUD, bebernya.
Sejuah ini mereka telah melayangkan surat ke pihak RSUD untuk minta jawaban, namaun sampai saat ini belum terjawab.
Begitu juga halnya penggunaan anggaran dana di organisasi : 1.01.0.00.0.00.1 Dinas Pendidikan setelah Perobahan APBD tahun 2022 senilai Rp 822.503.612.421. Jumlah tersebut cukup pantastis.
Dari salah seorang pegawai Inspektorat Bengkalis yang enggan namanya dipublikasi menyebutkan dari hasil audit yang dilakukan BPK RI beberapa waktu lalu diantaranya terdapat kelebihan pengeluaran dana yang tidak dapat dipertanggung jawabkan mencapai miliyaran rupiah, begitu juga pada item-item kegiatan lainnya banyak temuan, ungkap pegawai tersebut.
Namun yang bersangkutan mengakuinya mereka tidak berani mengungkap ke publik secara vulgar, khawatir jabatan menjadi taruhannya*** (slhn)