KPK Diharapkan Lakukan Penyelidikan WTP Bengkalis Setelah Pegawai BPK Riau Tersangka dan Dicegah

BENGKALIS, MATATORO.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat diharapkan oleh masyarakat Bengkalis untuk melakukan penyelidikan terhadap hasil penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang disematkan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK-RI) Perwakilan Riau terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Bengkalis selama delapan tahun berturut-turut.

Harapan masyarakat itu muncul setelah satu orang dari Pegawai BPK RI Perwakilan Riau M.Fahmi Aressa ditetapkan tersangka dan 8 orang lainnya dicegah keluar negeri oleh KPK.

Adapun kedelapan orang pegawai BPK Riau yang dicegah tersebut yaitu, Ruslan Ependi, Odipong Sep, Dian Anugrah, Naldo Jauhari Pratama, Aidel Bisri, Feri Irfan, Brahmantyo Dwi Wahyuono, dan Salomo Franky Pangondian.

Status cegah kedelapan orang pegawai BPK tersebut diajukan oleh KPK ke Dirjen Imigrasi sejak tanggal 10 mei 2023 s/d enam bulan kedepanya ungkap Ali Fikri jubir KPK kepada sejumlah Media, hal itu menyangkut kasus dugaan sogok satu miliar lebih Bupati Meranti (M.Adil) untuk memperoleh status penilaian WTP dari BPK terhadap pengelolaan APBD Kepulauan Meranti, yang sempat terjadi Oprasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim KPK, sehingga membuat langkah M.Adil selaku Bupati Meranti bersama puluhan ASN di bawah jajaranya terhenti ditengah jalan.

Seiring KPK Melakukan penyelidikan dan/atau penyidikan terhadap pegawai BPK yang sudah bersetatus tersangka maupun cegah keluar Negeri menyangkut dengan dugaan jual beli label WTP atas audit APBD Meranti, yang terkena OTT, disebut-sebut oleh sejumlah ASN Bengkalis adalah oknum auditor BPK RI Perwakilan Riau yang juga mengaudit APBD Kabupaten Bengkalis, boleh dikatakan tidak pernah absen memperoleh status WTP dari BPK.

Oleh karena itu pada kempatan yang ada, sangat diharapkan Tim KPK juga dapat melakukan pendalaman penyelidikan maupun penyidikan terhadap oknum BPK tersebut sampai dengan menyangkut hasil audit APBD Bengkalis selama delapan tahun.

Kecuriagan kuat masyarakat Bengkalis cukup beralasan, sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan bagi KPK untuk tidak mengabaikan masukan masyarakat tersebut.

Beberapa fakta kejanggalan yang dinilai masyarakat tidak masuk akal Bengkalis memperoleh WTP, seperti contoh hasil audit BPK tahun 2017, dimana Bengkalis mendapat penilaian WTP dari BPK, sedangkan tahun 2017 terdapat catatan hitam yang membuat 136 Desa se-Kabupaten Bengkalis, mulai Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD, RW, RT Pengurus PAUD, MDA, Pengurus Musollah, Masjid maupun bantuan sosial lainya harus menangis, oleh karena Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan hak kebutuhan hidup mereka atau kebutuhan hajad orang ramai, dari perolehan dana perimbangan antara pusat dan daerah, antara Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis dengan 136 Pemerintah Desa, untuk anggaran tiga bulan yaitu mulai Oktober, November Desember 2017 senilai Rp 65.386.230.023, sesuai apa yang tertuang dalam Perbup no 98 tahun 2017 tentang Perobahan kedua atas Perbup nomor 5 tahun 2017 tentang Pengalokasian Alokasi Dana Desa Dalam Wilayah Kabupaten Bengkalis Tahun anggaran 2017, tidak terselesaikan oleh Pemeritah Kabupaten Bengkalis ke Pemerintah Desa sampai saat ini.

Alasan klasik yang diberikan oleh Pemkab Bengkalis ketika itu karena terjadinya tunda
bayar oleh Pemerintah Pusat ke daerah untuk tirulan ke IV.

Namun jika dilihat dari buku Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Bupati Bengkalis tahun 2017 halaman 70, tabel 3.1 Realisasi Anggaran Pendapatan Kabupaten Bengkalis tahun 2017 jumlah pendapatan transfer daerah dari Pemerintah Pusat untuk dana Primbangan, target senilai Rp3.536.299.543.250.34, realisasinya Rp 2.909.490.189.881,00.

Berdasarakan Undang-undang No 6 tahun 2014 tentang desa mengamanatkan bahwa perolehan pendapatan desa dari perolehan dana perimbangan anatara pusat dan daerah dan antara daerah dan desa untuk sumber dana ADD paling kecil sepuluh persen dari perolehan dana perimbangan diluar DAK.

Sesungguh jumlah perolehan dana Perimbangan anatara pusat dan Daerah Kabupaten Bengkalis tahun 2017 sesuai yang tertuanga dalam LKPJ Bupati Bengkalis tahun 2017 yaitu realisasinya senilai Rp 2.909.490.189.881,00, setalah dipotong Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 51.401.903.000.,00 sudah terialisasi, murni dana perimbangan untuk dibagi ke desa paling sedikit yaitu 10% dari Rp 2.858.088.286.881, sepatunya untuk pembagaian perolehan dana ADD Pemerintah Desa se Kabupaten Bengkalis totalnya senilai Rp 285.808.826.881.

Namun fakta yang terjadi, oleh Pemkab Bengkalis disalurkan ke pemerintah desa hanya senilai Rp 178.558.039.066 sementara sisanya nya sebanyak Rp 107.250.787.815 bukan Rp 65 Miliyar sebagaimana disebut-sebut tunda bayar.

Dari angka yang diperhitungan semuanya sudah terialisasi bukan dalam bentuk target.

Jumlah yang tertuang dalam LPJ Bupati bengkalis tahun 2017, dengan yang tertuang dalam Perbup 78 tahun 2017 senilai Rp 65.386.230.023 jauh bedanya.

Hitungan angka sepuluh persen paling kecil perolehan desa dari pembagian dana Perimbangan wajibnya senilai Rp 285.808.826. 881 sudah nyata-nyata terialisasi dalam LKPJ Bupati tahun 2017, lantas pertanyaannya, kemana rimba uang senilsi Rp 107.250.787.815 yang sudah terialisasi dan bukan dalam bentuk target, karena hal itu tertuang dalam LKPJ Bupati Bengkalis tahun 2017.

Aneh bin ajaib yang terjadi, hasil audit BBP RI perwakilan Riau tetap saja melabelkan pengelolaan APBD Bengkalis memperoleh status WTP pada tahun 2017.

Selain itu kejanggalan lainya yang muncul dari hasil audit BPK, disebutkan bahwa desa se Kabupaten Bengkalis memperoleh pengalokasian anggaran dana ADD senilai Rp 243.944.239.077,00.

Sementara yang terialisasi hanya senilai Rp 178.556.039.066,00 atau setara 73,20%.

Bagaimana mungkin bisa terjadi perbedaan keterangan antara penjelasan tentang pengalokasi dana ADD verisi hasil audit BPK dengan catatan pengalokasi ADD yang tertuang dalam LKP Bupati bengkalis, pertanyaan nya sebenar ada apa yang terjadi?.

Bahkan yang lebih anehnya lagi terjadi dalam persoalan tunda bayar ADD tahun 2017, kepala Dinas PMD Kabupaten Bengkalis (Drs.Yuhelmi) melayangkan surat kepada seluruh ketua BPD se-Kabupaten Bengkalis melalui Surat Dinas PMD nomor : 412.2/DPMPD-Pemdes/0752 tanggal 31 Desember 2019, pada poin 5 surat tersebut menyatakan bahwa “berkenaan dengan angka 3 dan angka 4 diatas, menerangkan bahwa tunda bayar tahap IV (empat) tahun 2017 sudah tersalurkan pada tahap IV (empat) tahun 2019 dan menjadi pendapatan dan belanja tahun berjalan” pada kenyataanya dana tunda bayar ADD 2017 sama sekali tidak diterima oleh Pemerintah Desa sampai saat ini.

Dalam menelusuri persolan dana tunda bayar belum pernah disalurkan oleh Pemkab Bengkalis ke Pemerintah Desa. Hal itu ketika sejumlah Kepala Desa dipanggil pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyangkut dengan Tunda Bayar ADD oleh Pemkab Bengkalis tahun 2017.

“Dugaan penyalahgunaan dana ADD tahun 2017 tersebut oleh pihak Kejaksaan Tinggi Riau atas laporan LSM BASMI kepihak Kejaksaan Negeri Bengkalis. Namun setelah memakan waktu begitu yang begitu panjang tidak juga ada ujungnya penangan kasus tersebut, oleh Arianto ketua LSM Basmi melanjutkan laporannya ke Kejaksaan Agung RI, oleh Kejaksaan Agung pengusutan kasus tersbut dilimpahkan ke Kajati Riau,” ungkap aktifis tersebut merasa kesal.

Melalui surat panggilan panggilan Kejati Riau yang ditandatangani oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau, Tri Joko, S.H,MH yang bersifat rahasia, terbit pada bulan Oktober 2022, tertulis Undangan Wawancara, terkait dugaan penyalahgunaan Alokasi Dana Desa Bengkalis tahun anggaran 2017 senilai Rp 65.386.230.012, berdasarkan surat perintah tugas Asisten Tindak Pidana khusus, Nomor : PRINT-28/L.4.5/Fd.1/09/2022 tanggal 13 September 2022.

Menurut beberapa Kepala Desa kepada Media ini beberapa waktu lalau minta indentitasnya tidak dipublikasi, mereka mengaku telah memenuhi panggilan pihak Kajati Riau.

“Materi pertanyaan yang diajukan oleh petugas Kejati Riau, menuruti mereka tentang Alokasi Dana Desa tahun 2017 untuk bulan (oktober, November dan Desember 2017) diakui oleh sejumlah Kepala Desa yang dipanggil, mengaku bahwa sampai saat ini dana ADD belum dibayar oleh Pemkab Bengkalis,” ungkap Kades berkenaan.

Seusai sejumlah kepala desa memberikan keterangan di Kajati Riau, beredar kabar belum lama ini ditengah masyarakat Bengkalis, bawa diduga ada indikasi konsfirasi untuk menganggar serta menyalurkan kembali kekurang Tunada Bayar tahun 2017 ke Pemerintah Desa melalui APBD Perobahan tahun 2023 dan di rencanakan menerbit Perbub baru untuk membatalkan Perbup tunda bayar sebelumnya.

Namun jika sempat hal itu terjadi, pertanyaan nya kemana indikasi hilangnya anggaran dana lebih kurang Rp107 miliyar yang telah terialisasi tahun 2017, jika kita amati sebagaimana tertuang dalam LKP Bupati tahun 2017.

Begitu juga bagaimana tindak lanjut pengusutan kasus tunda bayar oleh KAJATI Riau, apakah kasus tersebut bakal masuk Peti Es di Kantor Kajati Riau? Pertanyaan itu hanya dapat dijawab oleh Pihak Kejaksaan atau Kasus tersebut langsung diambil alih oleh pihak KPK atas pengusutan kasus tersebut sesuai kewenangan KPK yang diamanatkan oleh Undang-undang Tentang KPK.

Catatan kelam lain nya yang tak kalah penting, dalam pusaran aduit BPK yang berujung Kabupaten Bengkalis memperoleh WTP terhadap pengelolaan keuangan APBD tahun 2019 yang boleh dikatakan penuh tanda tanya dan carut marut, menyangkut dengan Pembangunan Duri Islamic Center Uang telah menguras uang rakyat senilai Rp 38.4 Miliar dan bangunan nya sampai saat ini mangkrak seperti menjadi tapak peninggalan purba kala.

Begitu juga nasip penangan kasus yang sudah masuk ke tingkat penyidikan di Kejari Bengkalis kasus tersebut seakan kedinginan di peties Kantor Kejaksaan Negeri Bengkalis.

Dugaan penyimpangan pembangunan Duri Islamic Center (DIC) pada tahun 2022 lalu, begitu gencar diusut oleh pihak Kejaksaan Negeri Bengkalis hingga statusnya naik dari penyelidikan ke tingkat penyidikan.

Hal itu diungkapkan oleh Kajari Bengkalis saat dijabat Nanik Kushartanti, SH,MH.

Nanik mengatakan, dengan naiknya status perkara ke penyidikan, pihak penyidik pidana khusus (Pidsus) akan memeriksa kembali pihak-pihak yang sebelumnya telah dimintai keterangan.

“Dalam pemeriksaan lanjutan, status mereka nantinya adalah saksi untuk menelusuri siapa tersangka dalam perkara proyek yang menelan anggaran APBD Kabupaten Bengkalis Rp38,4 miliar lebih itu. Untuk DIC (Duri Islamic Center) perkaranya sudah penyidikan,” tegas nya.

Ikhwal perkara dugaan korupsi pembangunan DIC di Kota Duri, Kecamatan Mandau ini tericumnya aroma korupsi nya, atas temuan BPK RI Perwakilan Riau dengan kerugian sebesar Rp1,8 miliar.

Proyek DIC ini digulir pada tahun 2019 era Bupati Bengkalis Amril Mukminin.

Proyek dengan anggaran Rp 38,4 miliar lebih itu berada di Dinas PUPR Bengkalis, yang kala itu dijabat oleh Kepala Dinas nya Hadi Prasetyo.

Proyek yang menangkan oleh PT Luxindo Putra Mandiri dengan nomor kontrak, 01-NK/SP/KPS/PUPR-CK/II/2019, tanggal kontrak 25 Februari 2019, setelah Nanik Kushartanti dimutasi dari jabatan nya selaku Kajari Bengkalis, pengusutan kasus tersebut beku seakan telah masuk peti es di Kajari Bengkalis.

Baru-babru ini tim media ini coba ingin mengkonfirmasi kelanjutan pengusutan kasus DIC yang telah masuk status penyidikan kepada salah seorang oknum pihak Kejaksaan Bengkakis Bidang Pidsus, nanun yang bersangkutan tidak bersedia dalam kapasitas nya untuk dikonfirmasi.

Akan tetapi saat berbincang-bincang bersama media ini, oknum Kajari tersebut yang enggan namanya disebut, empat mengungkapkan bahwa pada saat dirinya dimutasi ke Kejaksaan Negeri Bengkalis kasus yang menunggak hanyalah kasus dugaan korupsi koni.

“Sementara kasus DIC tidak masuk tunggakan yang perlu untuk mereka tindak lanjuti, karena tim yang mengusut kasus tersebut sudah pindah,” ungkap bersangkutan.

Hal yang menjadi pertanyaan besar masyarakat, dengan kondisi pengelolaan APBD tahun 2019 sedemikian rupa, bagaimana bisa BPK memberikan status WTP terhadap APBD Bengkalis?. ***(Sln)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *