Pelajari Analisis Resiko, Tim Pansus BPBD Studi Banding ke Kabupaten Bantul
YOGYAKARTA, MATATORO.COM – Proses Ranperda Penanggulangan Bencana Daerah terus berlanjut hingga saat ini mencapai pada tahap studi banding yang mana pada tahap ini Pansus bersama OPD terkait memperoleh informasi dan pengalaman dari daerah lain yang sudah berhasil menerapkan Perda tersebut.
Sebagai salah satu yang telah menerapkan Perda ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta Kabupaten Bantul dipilih sebagai bahan referensi dalam penyusunan Ranperda ini, pada Kamis (16/05/2024).
Agus Yuli Herwano,ST.,MT, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bantul menyambut kedatangan rombongan Pansus sekaligus memaparkan bagaimana pelaksanaan Perda di Kabupaten tersebut.
Zamzami Harun selaku ketua Pansus Ranperda Penanggulangan Bencana secara singkat menjelaskan bahwa Pansus sudah berkonsultasi ke Badan Nasional Penangulangan Bencana Pusat untuk mendalami masalah penanggulangan Bencana agar Ranperda ini nantinya menjadi Sempurna.
Pansus menanyakan terkait analisis resiko. Ini merupakan tahapan dari mekanisme penyelenggaraan penanggulangan bencana yang mana belum ada aturan yang mengatur analisis resiko ini.
“Kami sepakat untuk mengambil contoh di Kab. Bantul yang sudah melaksanakan dan sudah memiliki Perbup. Dengan adanya pertemuan ini dapat memberikan solusi dan membantu kami dalam penyempurnaan penyusunan draft Ranperda,” ujarnya.
ED Efendi Staf Ahli Bupati, meminta semua OPD yang ikut mendampingi konsultasi dapat menanyakan sesuai tupoksi masing-masing sehingga penyusunan Ranperda ini baik dari isinya serta pembiayaannya betul-betul efektif dilaksanakan di Kabupaten Bengkalis.
Agus Yuli Herwano menyampaikan bahwa saat ini Kab. Bantul sedang mengkaji ulang resiko bencana dan akan dimasukkan bencana likuifaksi karena di Bantul ini termasuk tanah yang mudah likuifaksi ketika terjadi gempa. Pada tahun 2006 skalarikternya 5, itu terjadi kerusakan yang luar biasa dan diharapkan tidak terjadi lagi.
Kemudian ada tambahan dari Fatah Yoga selaku staf, di Bantul meskipun belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur, untuk proses pengkajian resiko ini sudah ada Perka No. 1 Tahun 2012 tentang pedoman pengkajian resiko bencana, pada dasarnya di Bantul menuju ke proses penyusunannya. Saat ini BNPB sudah mempunyai pedoman-pedoman penyusunan KRP dan BNPB juga sudah melakukan sosialisasi terkait penyusunannya.
Terkait pembiayaan dalam tanggap darurat pada tahun 2010 dibantu menggunakan DSP yaitu dana siap pakai milik kabupaten yang bersumber dari BNPB, ada perubahan Perda di tahun 2015 tetapi tidak semuanya, diatur bahwa pembiayaan pada masa tanggap darurat jika tidak mencukupi dapat mengajukan ke BNPB dengan menyertakan beberapa persyaratan seperti SK status tanggap darurat, SK Posko, laporan kejadian, dan proposal permohonan.
Untuk menentukan status tanggap darurat itu menggunakan acuan Perda 2010, seperti luas ancaman, jumlah korban, berapa kerugian, untuk di Bantul belum ada pedoman khusus karena di pusat pun blum ada.
“Terkait pagu anggaran sumber anggaran lain untuk relawan dari dana desa, untuk penanggulangan bencana ada juga dari kecamatan, kebanyakan mereka mandiri, ucapnya.
Dalam mengatasi resiko, anggota Pansus Sanusi menyarankan resiko bencana yang terjadi di lingkungan masyarakat untuk dimasukkan di dalam Perda dan memperkuat payung hukum dalam mengatasi masalah yang ada.***